Kembali Ke Kota Daeng
Pagi ini mengawali hari dengan beres-beres rumah bersama ibu, bapak, dan istri. Mulai dari memindahkan barang hingga menyusun dibeberapa tempat.
Tak begitu lama karena hari ini hanya menyelsaikan sisa dari barang yang belum tersusun rapi pada tempatnya. Sambil menyeleseikan semuanya handphone pun berdering, ternyata panggilan dari supir mobil yang akan menyemput bapak dan ibu. Mereka pun bersiap-siap sambil menyusun beberapa barang yang akan dibawanya.
Tak berselang lama mobil pun tiba dan berhenti di depan perumahan yang tidak begitu jauh dari rumah. Mobil ini tidak masuk karena kondisi jalan di perumahan masih dalam tahap perbaikan.
Saya pun berjalan menghampiri sopir sambil membawa tas bapak dan ibu, supir turun dari mobil kemudian membuka bagasi dan mulai menyusun barang, istri pun menyusul bareng dengan bapak dan ibu sambil menenteng masing-masing barang yang akan dibawah oleh bapak dan ibu.
Sebelum naik keatas mobil saya dan istri pun menghampiri ibu, mencium tangannya dan memandunya untuk naik ke atas mobil, begitupun dengan bapak. Namun sebelum bapak naik ke atas mobil, terselip kata tanya "Kapan balik ke kampung ?", Insha Allah secepatnya!. Mereka pun berangkat diiringi dengan lambaian tangan dari balik kaca.
Kami pun kembali masuk ke dalam rumah, mulai mengemasi barang hingga bersiap untuk berangkat. Kali ini kami berangkat agak lambat dari waktu biasanya, lebih siang karena menunggu ibu berangkat duluan kembali ke kampung halaman setelah seminggu meluangkan waktu bersua di rumah. Ini kali kedua mereka mengunjungi kami disini.
Kami pun berangkat mengendarai si putih diiringi terik mentari yang sudah mulai menyengat.
Kami tiba di Barru sekitar pukul 12.30 siang, menyempatkan diri singgah di pondok pesantren DDI Mangkoso untuk menemui ponakan, sembari memberikan wejangan-wejangan untuk terus semangat belajar berbagai hal, terkhusus menjaga hafalan.
Sayangnya, kali ini kami harus memutar arah beberapa kali karena lagi ada penerimaan siswa baru sehingga pondok penuh sesak dengan kendaraan yang parkir. Tak ada celah untuk bisa sampai ke homestay sehingga kami memilih untuk memarkir siputih kemudian lanjut dengan berjalan kaki. Tidak begitu jauh namun cukup meneteskan keringat.
Kami tiba di kamarnya, yang terlihat dua siswa Tsanawiah yang lagi berdiskusi lepas, bertanya kepadanya namun jawabnya ponakan masih di sekolah. Menunggu sejenak, hingga datang seorang siswa memakai songkok tersemat sarung berwarna hitam dibagian pinggangnya, sedang membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk di tangan kanannya.
Kami pun kembali bertanya, ternyata Ponakan tidak jauh dari tempat kami berdiri. Kami menghampiri beberapa santri yang lagi asyik ngobrol diatas tangga dan ternyata salah satu diantara mereka adalsh Ponakan kami.
Setelah Dia tau kehadiran kami, cepat bergegas datang menghampiri kami dengan senyum merekah yang seakan mengisyaratkan sebuah kerinduan yang begitu mendalam, berucap salam, sambil mencium tangan kami.
Saling sapa sambil bertanya kabar, kami pun bertanya tentang ponakan kami yang satunya lagi, ternyata dia juga ada disini lagi mengikuti paduan suara sebagai rangkaian dari acara penerimaan siswa atau santri baru.
Ponakan pun bergegas untuk memanggilnya, tak begitu lama Dia pun datang ditemani oleh seorang rekannya. ngobrol sejenak, lanjut dengan memberi kesempatan untuk ngobrol dengan orangtua via video call. Kami pun meninggalkan mereka, kembali melanjutkan perjalanan.
Sejenak meluangkan waktu menghambakan diri di Majid Agung kota Barru, kemudian lanjut untuk mengisi kampung tengah. Kami singgah disalah satu warung dipinggir jalan yang menjajakan berbagai jenis makanan. Istri kemudian memesan salah satu menu. Yah, meskipun menunya cukup mengecewakan karena jauh dari ekspektasi kami. Tak ada rasa, hambar dan tak menggugah selera.
Namun tetap menghabiskan, bukan karena rasanya yang enak namun karena sekedar menghargai makanan yang sudah tersaji di depan mata. Tak perlu kami sebutkan yang jelas semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa menjajakan makanan bukan semata mencari keuntungan tapi setidaknya menawarkan rasa yang bisa dikenang.
Kami melanjutkan perjalanan dan tiba di rumah Grand Indonesia Gowa pukul 16.30 sore, lebih lambat dari waktu biasanya.
Itu saja !
0 Response to "Kembali Ke Kota Daeng"
Posting Komentar