Diantara Aku, Jalan, dan Hujan


Beberapa hari lalu saya ke Makassar, berangkat dari rumah sekitar pukul 05.30 pagi. Suasana jalan masih sepi, tak banyak kendaraan yang melintas hanya terlihat beberapa bus yang mendahului.

Tepat pukul 07.30 saya sampai di Pinrang, tepatnya di daerah Pekkabata. Singgah di rumah Om, sejenak minum teh hangat serta sarapan yang telah disiapkan oleh Tante, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Makassar.

Saya tiba di Pare-Pare sekitar pukul 9 lewat, kemudian lanjut menuju Barru. Nah, disini saya juga menyempatkan waktu singgah menjenguk ponakan yang lagi mondok di Pesantren DDI Mangkoso yang berada di asrama putra, Tonronge.

Tak lama, hanya sekedar membawa sedikit bingkisan untuk ponakan sekaligus melihat kondisinya. Langit sudah mulai mendung, sesekali rintik hujan pun sudah mulai turun. Kami pun berpisah dan kemudian kembali melanjutkan perjalanan, diiringi dengan rintik hujan yang semakin lebat.

Terus melaju hingga beberapa puluh kilometer, akhirnya harus terhenti sejenak disebuah bangunan tua. Dibawah atap itu, kemudian saya memarkir motor sambil menunggu hujan menuntaskan rindunya ke bumi. Untung saja gedget masih menjadi teman yang setia disaat sepi menyelimuti.

Setelah beberapa saat, hujan pun mulai mereda meskipun rintiknya tak kunjung berhenti. Akhirnya kuputuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan. Hingga tiba di kota Maros. 

Suara adzan pun sudah mulai menggema dari masjid ke masjid yang ku lewati, namun tetap ku putuskan untuk melanjutkan perjalanan, hanya laju kendaraan yang sedikit dipelankan. Namun tetap jalan, berbalut jas hujan diiringi rinai hujan yang semakin lebat.

Akhirnya kuputuskan untuk berhenti disalah satu masjid yang terletak di kampung penyangga kota. Memarkir kendaraan, membuka jas hujan dan berjalan mendekati toilet masjid lengkap dengan ransel merah di pundak dan tas kamera di tangan kanan.

Suasana masjid pun nampak sepi, hanya terlihat seorang jamaah yang ikut sholat. Mungkin saja karena jadwal sholat memang sudah lewat sekitar 30 menit. Makanya, para jamaah pun sudah pada pulang meninggalkan masjid, apalagi sedang hujan lebat. 

Wudhu kemudian sholat, beristirahat sejenak di teras masjid sambil menunggu hujan mereda. Menunggu sekitar 30 menit, akhirnya hujan mulai mereda meskipun tak kunjung berhenti. Saya pun berangkat hingga tiba di rumah pukul 03.00 sore.

Masuk ke dalam rumah, mandi kemudian beristirahat. Dari dalam rumah nampak langit sudah mulai kelam, suara petir mulai mendengung, dan sekejap air hujan pun seakan tumpah ke bumi. Saya pun menikmatinya.

Gowa, 10102022

0 Response to "Diantara Aku, Jalan, dan Hujan"

Posting Komentar