Bangsa Kita Belum Dewasa


Disaat dunia sepakbola kita sudah mulai bagus dan mengalami kemajuan yang  pesat, malah kini kembali dirundung luka dan duka yang sangat mendalam.

Padahal dibeberapa event terakhir, euforia sepakbola kita sudah mulai kembali menggeliat setelah vakum beberapa tahun karena pandemi melanda.

Permainan yang begitu berkualitas mulai dimainkan oleh tim-tim kita, tontonan pun ikut jadi asyik. Memang terasa sangat menghibur hingga kadang obrolannya sampai ke meja dapur, makanan yang disajikan pun terasa lebih nikmat saat disantap sambil nonton liga bareng keluarga.

Namun sayang, euforia itu tak berlangsung lama dan harus kembali terhenti atas tragedi Kajuruhan yang menewaskan 131 jiwa  disaat Arema menjamu tamunya Persebaya di liga 1 

Duka ini tak hanya dirasakan oleh bangsa kita, namun negara-negara lain pun merasakan hal yang sama. Bahkan disetiap event sepakbola  nasional maupun internasional selalu menyempatkan memberikan waktu doa bersama atas peristiwa kelam ini.

Disilah kita melihat, begitu respeknya mereka dengan negara kita, hingga duka kita seakan menjadi duka mereka. Namun sayang, kita yang harusnya bangga dengan negeri sendiri malah lebih banyak mengkerdilkan bangsa sendiri. 

Tragedi Kajuruhan seharusnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita, malah jadi tamen untuk saling menyalahkan sesama bangsa sendiri. Bola panas ini terus digulir dan seakan diarahkan untuk kembali menelan banyak korban.

Mereka oknum suporter yang dari awal menjadi pematik masalah malah seolah-olah menjadi korban kebiadaban penegak hukum, tak ada sedikitpun rasa bersalah malah sebaliknya, menyalahkan seluruh stakehorder yang terlibat dalam pesepakbolaan kita.

Inilah cerminan kita yang sesungguhnya, budaya menyalahkan itu jauh lebih terpelihara dibanding kembali mengintropeksi diri. Hingga rasa angkuh dan merasa paling benar sudah menjadi tradisi.

Masih ingatkah kita ketika Timnas U-23 kalah telak 3 - 0 dari Vietnam dalam ajang Sea Games 2021 di stadion Viet Tri, Phu To, Vienam. Publik sepakbola kita menggema, menuntut Shin Tae Yong mundur dari bangku pelatih.

Untung saja, PSSI tetap mempertahankan hingga hasil pun bisa dituai. Bahkan berkat STY, rangking negara kita di FIFA naik beberapa peringkat dan tertinggi di Asia Tenggara.

Publik kembali menggema dan memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada STY dan PSSI atas prestasi yang luarbiasa, apalagi setelah berhasil membawa timnas ke piala Asia 2023. Wah, seakan tak ada cela, disanjung setinggi langit.

Namun sayang, tragedi Kajuruhan malah membuat publik kembali menggema menuntut ketua PSSI mundur dan berimbas pula ke STY. Inilah gambaran dari bangsa kita, kurang menghargai dan lebih dominan mengikuti nafsu tanpa berpikir panjang dan secara matang sebelum memutuskan sesuatu.

Pantas saja dunia sepakbola kita sulit untuk maju dan berkembang karena terpeleset sedikit, tuntutannya mundur. Tanpa ada pertimbangan jangka panjang.

Bahkan sebelum ini pun, hanya karena timnas tidak lolos laga final AFC karena kalah head to head akhirnya kembali menggema tuntutan mundur dari AFC. Kan lucu, sedikit-sedikit mundur, sedikit-sedikit mundur. 

Terus jika ketua PSSI mundur semua masalah selesai ? Jika STY mundur, Timnas akan semakin maju ? Kan tidak, malah akan semakin memperkeruh keadaan dan akan kembali star dari awal. Namun menurut kalian siapa yang berhak duduk diposisi itu? 

Kapan dewasanya jika hal ini terus dipelihara, malah akan menguntungkan oknum yang memang tidak mau dunia sepakbola kita maju dan berkembang. Yah, tinggal tepuk tangan sambil ucap " selamat tinggal kemajuan dan selamat bertahan masa kelam".

Opini saya,-

Makassar 13102022

0 Response to "Bangsa Kita Belum Dewasa"

Posting Komentar