Part 1: Gadis Nelayan dari Tanah Mandar

Namanya Rani, seorang gadis cantik yang tinggal di pesisir teluk Mandar.  Dari kecil dia selalu di manjakan oleh ayahnya yang berprofesi sebagai seorang nelayan. Ayahnya begitu sangat menyayangi anak semata wayangnya hingga apapun akan dilakukan demi untuk memenuhi kebutuhan anak gadisnya. Berbeda halnya dengan ibunya yang tak ingin memanjakan anak gadisnya, dia takut karena kasih sayang berlebih akan berdampak buruk terhadap perkembangan anaknya.

Sekalipun ibunya sedikit cuek, namun kasih sayangnya pun tak kalah besarnya hanya saja dia berusaha untuk menyembunyikannya agar tidak di ketahui oleh anaknya. 

Ibunya hanyalah seorang IRT. Kesehariannya hanya dihabiskan untuk mengurus rumah dan anak, sekaligus memanggang dan mengeringkan ikan hasil dari tangkapan suaminya di laut lepas.

Rutinitas suaminya hanyalah sebagai pelaut yang hampir separuh dari hidupnya dihabiskan di tengah bentangan birunya laut diatas perahu kayu yang tak bermesin. Melepas kail dan berharap rezeki dari dasar laut naik kepermukaan lewat kail yang ditebarnya. Meskipun hasilnya selalu saja sedikit namun cara yang dipakai untuk menangkap ikan pun tak pernah diganti meskipun teman-temannya sudah pada pindah dan beralih menggunakan perahu bermesin dengan alat tangkap semi modern.

Dia tak pernah tergiur dengan hasil yang banyak, apalagi jika harus merusak karang dan ekosistem laut. Dia begitu cinta dengan lingkungan hingga terus menjaga agar tetap terjaga. Selalu saja mengedepankan berkah daripada hasil yang banyak namun harus merusak alam. Itulah prinsip dalam hidupnya. 

Hal inilah yang membuat istrinya selalu saja kagum kepada suaminya, meskipun disaat pulang terkadang hanya membawa hasil tangkapan yang cukup untuk membuat asap mengepul di dapur. No problem, tak masalah bagi istrinya karena dia percaya jika rezeki itu sudah diatur oleh Sang Pencipta. Tak mungkin kurang atau lebih dari takaran yang sudah dikehendaki.

Kini Rani sudah beranjak dewasa, berkat hasil dari jerih payah mereka hingga dapat membuat anak gadisnya masuk disalah satu sekolah terfavorit di kota Majene. Rani pun begitu sayang ke ayah dan ibunya, dia tidak pernah merasa minder dengan kondisi keluarganya, dimana ayahnya hanya sebagai nelayan dan ibunya sebagai IRT. 

Meskipun hanya dibesarkan di pesisir pantai diatas rumah kayu yang sudah nampak lapuk diterpa angin dan badai. Namun tetap saja dia selalu membangkan keluarganya baik dilingkungan sekolah maupun ditempat umum. Mungkin inilah hasil dari keikhlasan oleh seorang ayah dan ibu hingga memiliki anak gadis yang tak hanya cantik namun baik hati.

Disaat libur panjang telah tiba, selepas ujian berakhir, Rani pun berencana ikut melaut bersama ayahnya. Namun ayahnya menolak, dia tidak ingin anaknya ikut melaut bersamanya. Dia lebih memilih untuk tidak melaut dibanding harus mengajak anak gadisnya untuk ikut melaut bersamanya.

"Nak, lebih baik engkau tinggal di rumah bersama ibumu. Tak perlu ikut melaut bersama ayah. Laut lepas itu kejam nak, sekali ombak besar menghempas bisa saja tak ada tawaran untuk kembali ke rumah, tenggalam hingga sulit ditemukan, lebih baik ayah saja yang melaut.

Tetap saja Rani menolak dan memberikan sanggahan ke ayahnya, " jika ayah melarang, lebih baik Rani berhenti dari sekolah, tak tega rasanya melihat ayah terus melaut, diterpa angin di dera ombak diatas perahu kayu dibawah terik matahari mencekam, hanya karena untuk memenuhi kebutuhan Rani".

Ayahnya pun terdiam dan sulit untuk menolak permintaan anaknya. Mereka pun berangkat sambil melambaikan tangan ke ibunya. Ibunya pun sebenarnya tak tega melihat anaknya ikut melaut namun ibunya pun ingin memberikan pengalaman berharga kepada anaknya agar semakin tau apa yang dirasakan oleh ayahnya selama puluhan tahun, terombang- ambing ditengah lautan yang seakan tak berunjung. 

Ternyata Rani cukup menikmati perjalanan ini bersama ayahnya lewat perahu kayu ke tengah laut lepas. Ayah pun merasa terbantu dengan adanya Rani yang memegang dayung dibelakangnya, hingga dia bisa fokus untuk menghempas kail-kail pancing ditangannya.

Tak terasa sore pun tiba, kali ini ayahnya memilih untuk pulang lebih awal sebelum matahari menutup diufuk barat. Bukan karena merasa capek namun karena anak gadisnya yang ikut bersamanya. Dia tidak tega jika harus melihat anak gadisnya terombang- ambing dilaut hingga petang. 

Rani sih santai saja, bahkan Rani sempat meminta ke ayahnya untuk bertahan lebih lama lagi di tengah laut karena banyaknya ikan yang masih saja menggoda kailnya. Namun ayah memilih untuk berhenti, Rani pun mengikuti keinginan ayah untuk pulang.

Rani pun mulai mengoyangkan dayungnya, ayah memberi aba-aba dan arah yang harus dilaluinya. Tak terasa setelah beberapa lama mendayung kapal akhirnya mereka tiba di pesisir pantai teluk Mandar. Dari balik pagar pun nampak ibu yang sedang sibuk mengurusi ikan yang sudah mulai kering. Rani pun menyapa ibunya dengan ucapan salam.

"Assalamu Alaikum Ibu, Rani sudah datang" (sambil tersenyum lebar ke ibunya)

Bersambung,-

Masih Tahap Revisi



0 Response to "Part 1: Gadis Nelayan dari Tanah Mandar"

Posting Komentar