Part 2 : Secangkir Kopi Hangat

Part 2

Setelah berpamitan, kami pun meninggalkan lokasi pengabdian. Perasaan sedih nampak jelas dari raut wajah adik-adik, begitupun dengan relawan, bahkan adapula yang sempat meneteskan air mata. Tidak ada yang pernah menyangka jika pertemuan yang begitu singkat ternyata merajut keakraban, kebersamaan dan ikatan yang dalam sehingga sulit untuk saling melepaskan. Saling jabat dan peluk menjadi bagian petutup dalam pertemuan ini.

Relawan pun mulai meninggalkan lokasi pengabdian, sambil menenteng  bekal di di dalam lunch box  masing-masing yang sudah disiapkan oleh panitia, sembari lengkap dengan ransel di masing-masing pundaknya.

Sebagai ketua, Aku memilih berangkat di kloter terakhir agar bisa memeriksa ataupun memastikan semua relawan berangkat tanpa ada yang tertinggal karena suatu kendala. Aku pun mulai berangkat dan berjalan di belakang relawan sambil di temani oleh beberapa kawan. Kami pun mulai berjalan melalui jalan berkelok, naik turun gunung, melewati jalan berbatu yang dikelilingi oleh alaminya hutan belantara.

Terus berjalan menelusuri lekuk gunung yang tak mudah bagi relawan. Harus melawan lelah dan letih untuk bisa sampai diujung jalan. Seketika beberapa relawan harus berhenti dan memilih tidur sejenak untuk mengembalikan tenaga yang telah dikuras oleh sulitnya medan. Adapula yang memilih untuk terus berjalan meskipun sudah sempoyongan. Apa boleh buat, tetap harus bergerak agar tidak bertemu gelap di tengah hutan belantara.

Tak ada yang bisa saya lakukan selain memberi semangat bagi relawan yang sudah sangat letih. Saling menguatkan sesama relawan, sekaligus meringankan beban yang dibawanya dan membagi ke teman-teman laki-laki yang masih memiliki kekuatan dan semangat yang penuh. 

Akhirnya disuatu momen kembali bertemu dengan gadis cantik yang berparas ayu, mengenakan pakaian berwarna pink lengkap dengan celana training hitam bercorak merah. Ditangannya tersemat kayu yang menurutnya digunakan untuk menopang beban disaat jalan menanjak atau menurun.

Kembali melempar senyum dengan ramah dari wajah yang terlihat basah diguyur keringat dan lelah,  namun tak berucap. Maklum, mungkin masih rada malu-malu sebagai relawan yang baru. Apalagi menyapa senior yang tak lain juga sebagai ketua komunitas. Akhirnya, aku menyapanya dengan beberapa candaan biasa sekaligus menguatkan untuk tetap semangat.

Kemudian jalan beriringan sambil ngobrol bareng dengan beberapa relawan. Sesekali singgah sejenak dibawa rimbunnya pohon untuk melepas lelah dan dahaga. Beristirahat sejenak dan kemudian lanjut kembali menelurusi rimbunnya hutan belantara.

Di sepertiga jalan aku memilih mempercepat langkah untuk melihat kondisi teman-teman relawan yang berada di depan, dan alhamdulillah kondisi tetap aman terkendali hingga tiba diujung jalan, rumah singgah tempat motor di parkir. Di bawah kolong rumah pun sudah terlihat jejeran motor relawan yang sudah mulai berdebu. 

Dibalik dinding papan itu ku terawang teman-teman, relawan yang berangkat diawal sudah pada istirahat bahkan ada yang sudah tertidur pulas. Aku pun masuk ke dalam rumah dan ikut merebah disela-sela tempat yang masih kosong diantara teman-teman. Sambil melempar candaan tentang secangkir kopi hangat" Enak yah, kalau ada kopi hangat". Ternyata gadis itu pun membalasnya, "Mauki' kopi kak? , tanya dia". "kalau ada, ucapku.

Tak begitu lama, ternyata secangkir kopi hangat itu pun betul-betul datang dan disuguhkan di depanku. Padahal aku hanya sekedar bercanda, namun ternyata gadis itu menganggapnya serius, padahal aku tidak begitu doyan dengan kopi. 

Hahaha....

Ternyata dia belum tau jika aku memang suka bercanda. Tapi saya berpikirnya berbeda, mungkin secangkir kopi itu sebuah bentuk penghargaan dia kepada seorang ketua. Aku pun meminum kopi itu kemudian tak berselang lama, panggilan makan pun terdengar dari arah dapur. 

Setelah makan bersama dengan teman-teman  kami pun bergegas untuk melanjutkan perjalanan. Namun kali ini tidak lagi berjalan kaki namun naik motor, medannya pun tidak seberat yang dilalui tadi.

Satu-persatu pun kendaraan mulai meninggalkan rumah singgah tadi dan aku lagi-lagi berangkat di season terakhir untuk memastikan jika teman-teman tak ada yang ketinggalan. Hingga tiba di rumah setelah adzan magrib berkumandan. Istirahat kemudian sejenak membuka handphone dan meminta nomor gadis itu dari salah seorang temannya. Bukan maksud untuk mendekatinya namun hanya sekedar ingin menuntaskan hutang dari secangkir kopi hangat yang belum terbayar.

Kira-kira isi pesannya seperti ini :

"Assalamu Alaikum dik'

Mohon maaf saya Kak Akbar, ketua komunitas hanya ingin mengucapkan terima kasih banyak atas secangkir kopi hangatnya.

"Terima kasih pula atas partisipasinya menjadi relawan di komunitas, sehat dan sukseski' selalu".

Ini sekaligus sebagai pesan penutup sebelum terlelap. Entah dibalas ataupun tidak namun tak lagi berharap yang penting secangkir kopi hangat yang diberikan sudah terbayar dengan lunas.

Bersambung,-

Majene, 06112022

0 Response to "Part 2 : Secangkir Kopi Hangat"

Posting Komentar